Siti KDI Waspadai Cinta Monyet: "Anak Remaja Belum Saatnya Punya Gebetan!"
Memasuki usia remaja memang jadi masa-masa yang penuh warna, terutama untuk para orang tua yang mulai menghadapi perubahan besar dalam kehidupan anak-anak mereka. Tidak terkecuali bagi penyanyi dangdut dan jebolan ajang pencarian bakat, Siti KDI. Ibu dari satu putri ini terang-terangan mengaku tidak mengizinkan anak perempuannya memiliki “crush” atau gebetan, meski sang anak kini sudah beranjak remaja.
Kenapa, sih, Siti KDI begitu tegas? Bukankah wajar kalau remaja mulai mengenal rasa suka lawan jenis?
Anak Mulai Remaja, Orang Tua Makin Waspada
Putri Siti KDI saat ini berada di fase pubertas — masa di mana anak mulai mencari jati diri, lebih sensitif secara emosional, dan perlahan mulai mengenal dunia percintaan. Tapi menurut Siti, justru di masa-masa ini orang tua harus lebih ekstra hati-hati.
"Anak saya masih terlalu muda untuk mengenal yang namanya cinta-cintaan. Sekarang waktunya fokus belajar dan membentuk karakter dulu," ujar Siti dalam sebuah wawancara.
Sebagai orang tua, Siti percaya bahwa usia remaja adalah momen penting untuk membangun pondasi mental dan moral anak. Jika terlalu cepat terlibat dalam urusan perasaan, dikhawatirkan anak akan sulit fokus, bahkan bisa mengalami tekanan emosional yang belum tentu bisa mereka atasi.
Cinta Monyet, Masalah Sepele atau Bisa Jadi Serius?
Bagi sebagian orang, cinta monyet dianggap hal wajar dan tidak perlu terlalu dikhawatirkan. Tapi kenyataannya, banyak kasus menunjukkan bahwa hubungan remaja yang terlalu dini bisa berdampak pada kesehatan mental, akademik, dan hubungan sosial anak.
Siti KDI tampaknya sadar betul akan hal itu. Ia menekankan bahwa bukan berarti ia anti cinta, tetapi anaknya harus paham batasan dan waktu yang tepat.
"Kalau cuma naksir-naksir selebriti atau suka karena lucu sih nggak masalah. Tapi kalau sudah sampai suka sama teman sekolah dan mulai chatting-chattingan tiap malam, itu yang saya larang," tegas Siti.
Peran Orang Tua dalam Masa Transisi Anak
Apa yang dilakukan Siti KDI bisa dibilang bentuk pendampingan orang tua yang tegas tapi tetap peduli. Ia tidak membiarkan anak "hidup sendiri" dalam dunia remajanya yang penuh tantangan dan godaan. Siti mengaku, ia lebih memilih terbuka dan komunikatif, daripada membiarkan anak mencari tahu sendiri dari lingkungan yang belum tentu memberi pengaruh baik.
"Saya sering ajak ngobrol anak. Kita bahas soal perasaan, soal pergaulan, bahkan soal laki-laki. Tapi tetap dengan batasan dan nilai-nilai yang saya tanamkan sejak kecil," ujarnya.
Menurut psikolog anak dan remaja, pola pengasuhan seperti ini sangat baik diterapkan. Orang tua yang aktif berdiskusi dan memberikan penjelasan rasional akan membantu anak lebih memahami situasi tanpa merasa dikekang.
Tekanan Sosial: Teman Sudah Pacaran, Anak Ikut-Ikut?
Salah satu tantangan terbesar bagi remaja saat ini adalah tekanan dari lingkungan sosial. Saat teman-teman sebaya mulai bercerita soal gebetan, chat romantis, atau bahkan kencan pertama, anak yang belum punya pengalaman serupa bisa merasa ketinggalan atau aneh sendiri.
Itulah kenapa Siti KDI merasa penting untuk memperkuat mental anak sejak dini.
"Saya bilang ke anak, jangan merasa aneh kalau kamu belum punya gebetan. Justru itu artinya kamu beda dan lebih dewasa. Semua ada waktunya," ungkapnya.
Bijak Menyikapi Zaman, Tanpa Kehilangan Kendali
Siti juga menyadari bahwa zaman terus berubah. Kalau dulu surat cinta diselipkan di bawah meja, sekarang ada DM Instagram, WhatsApp, dan segala macam platform digital yang bisa jadi ‘jembatan cinta’ anak remaja.
Namun, bukan berarti sebagai orang tua harus pasrah. Justru peran pengawasan dan edukasi digital sangat penting di era sekarang. Siti mengaku membatasi penggunaan gadget, serta memantau dengan siapa anaknya berinteraksi di media sosial.
Bukan untuk melanggar privasi, tapi untuk memastikan bahwa anak tetap berada di jalur yang aman.
Kesimpulan: Sayang Anak, Jangan Biarkan Terlalu Cepat Dewasa
Langkah yang diambil Siti KDI mungkin terkesan ketat bagi sebagian orang, tapi nyatanya banyak orang tua yang sependapat: usia remaja belum waktunya pacaran. Menyukai seseorang mungkin wajar, tapi membiarkan anak terlalu larut dalam emosi dan perasaan bisa membawa risiko tersendiri.
Alih-alih melarang tanpa penjelasan, Siti memilih untuk terlibat dalam kehidupan anak, mengarahkan, dan mendidik dengan pendekatan yang penuh kasih sayang.
Bagi kamu yang juga sedang mendampingi anak di usia remaja, mungkin ini saatnya mulai membuka diskusi hangat tentang perasaan dan hubungan. Bukan untuk menakut-nakuti, tapi untuk membekali anak agar bijak menjalani masa remajanya.